Istilah biologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani βίος, bios, yang berarti "kehidupan", dan akhiran -λογία, -logia, yang artinya
"ilmu."[3][4] Bentuk Latin dari kata tersebut (biologi)
pertama kali digunakan oleh Linnaeus (Carl von Linné) dalam karyanya
yang berjudul Bibliotheca botanica pada tahun 1736. Kata tersebut
dipakai lagi pada tahun 1766 oleh Michael Christoph Hanov dalam tulisannya yang berjudul Philosophiae
naturalis sive physicae: tomus III, continens geologian, biologian, phytologian
generalis. Terjemahan bahasa Jermannya, yaitu Biologie, pertama
kali muncul dalam terjemahan karya Linnaeus pada tahun 1771. Pada tahun 1797,
Theodor Georg August Roose menggunakan istilah tersebut dalam pendahulu bukunya
yang bertajuk Grundzüge der Lehre van der Lebenskraft. Karl Friedrich Burdach pada tahun 1800 memakai istilah ini
dalam arti yang lebih sempit, yaitu penelitian manusia dari sudut pandang
morfologis, fisiologis, dan psikologis (Propädeutik zum Studien der
gesammten Heilkunst).
Istilah biologi dalam pengertian modern baru
muncul dalam buku Biologie, oder Philosophie der lebenden Natur (1802–22)
yang ditulis oleh Gottfried Reinhold
Treviranus. Di dalam
buku tersebut tertulis.Aristoteles,
salah satu tokoh yang paling berjasa dalam mengembangkan ilmu biologi.Walaupun
biologi modern merupakan perkembangan yang relatif baru, ilmu yang terkait
sudah dipelajari dari masa lampau. Filsafat alam dapat ditemui di peradaban Mesopotamia, Mesir, India, dan Cina. Namun, asal usul dan pendekatan
biologi modern berasal dari masa Yunani Kuno.[6] Walaupun penelitian kedokteran dapat ditilik ke masa Hippocrates (ca. 460 SM – ca. 370 SM), Aristoteles (384 SM – 322 SM) adalah tokoh yang
paling berjasa dalam mengembangkan biologi. Salah satu karya terpentingnya
adalah Historia Animalium dan beberapa karya lain yang
menunjukkan cara pandang seorang peneliti alam, serta karya-karya empirisnya
yang mencoba mempelajari sebab-akibat biologis dan keanekaragaman hayati.
Penerus Aristoteles di Lyceum, yaitu Theophrastus, menulis buku-buku tentang botani yang berpengaruh hingga ke Abad Pertengahan.
Ilmuwan Islam abad pertengahan yang mempelajari
biologi meliputi al-Jahiz (781–869), Ad-Dinawari (828–896), yang menulis tentang
botani,[7] dan ar-Razi (865–925), yang menulis tentang anatomi dan fisiologi. Kedokteran dipelajari berdasarkan tradisi
filsuf Yunani, sementara ilmu alam sangat dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles,
terutama perihal hierarki kehidupan.Biologi mulai berkembang pesat setelah Antony
van Leeuwenhoek memperbaiki
mikroskopnya. Berkatnya, spermatozoa, bakteri, infusoria, dan berbagai macam kehidupan
mikroskopik lain berhasil ditemukan. Penyelidikan yang dilakukan oleh Jan Swammerdam membangkitkan ketertarikan terhadap
bidang entomologi dan membantu mengembangkan teknik pembedahan dan pewarnaan (staining) mikroskopik.[8]Kemajuan mikroskop juga sangat memengaruhi pemikiran
tentang biologi. Pada awal abad ke-19.
Sejumlah ahli biologi mulai menyadari pentingnya
konsep sel. Kemudian, pada tahun 1838, Schleiden dan Schwann mulai menganjurkan gagasan (yang
kini diterima secara luas) bahwa (1) satuan dasar organisme adalah sel dan (2)
masing-masing sel memiliki karakteristik kehidupan, walaupun mereka menentang gagasan
bahwa (3) semua sel berasal dari pembagian sel lain. Akan tetapi, berkat karya Robert Remak dan Rudolf Virchow, pada tahun 1860-an sebagian besar
ahli biologi menerima ketiga hal tersebut yang kini disebut teori sel.[9]Sementara
itu, taksonomi dan klasifikasi menjadi pusat perhatian sejarawan alam. Carl Linnaeus menerbitkan taksonomi dasar pada tahun 1735 (berbagai macam variasi telah
digunakan semenjak itu), dan pada tahun 1750-an memperkenalkan nama
ilmiah untuk
spesies.[10] Georges-Louis Leclerc,
Comte de Buffon, menganggap
spesies sebagai kategori buatan dan menyatakan bahwa kehidupan dapat
berubah—bahkan mengusulkan kemungkinan adanya nenek
moyang bersama.
Pemikiran evolusioner dapat ditilik kembali ke karya Jean-Baptiste
Lamarck.[12] Ia menyatakan bahwa evolusi
merupakan hasil dari tekanan lingkungan terhadap properti suatu hewan, yang
berarti semakin sering suatu organ digunakan, semakin kompleks dan efisien
organ itu, sehingga membuat hewan teradaptasi dengan lingkungan. Lamarck juga
meyakini bahwa sifat yang didapat ini dapat diturunkan ke generasi berikutnya,
yang akan terus mengembangkan dan menyempurnakannya.[13] Namun, hipotesis ini kini ditolak,
dan baru pada akhir abad ke-19 Charles Darwin berhasil merumuskan teori evolusi berdasarkan seleksi alam dengan menggabungkan pendekatan
biogeografis Humboldt, geologi Lyell, tulisan Malthus tentang pertumbuhan populasi, dan
keahlian morfologis serta pengamatannya sendiri di alam; penalaran dan bukti
yang mirip juga membuat Alfred
Russel Wallace mencapai
kesimpulan yang sama.[14] Meskipun banyak ditentang oleh
agamawan, teori Darwin diterima oleh komunitas ilmiah dan segera menjadi aksioma dasar dalam ilmu biologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar