Kamis, 05 Desember 2013

SMAN 1 Pangkajene





SMAN 1 Pangkajene is one of the best school of Pangkajene regency. It is located at Andi Mauraga street. It usually called SMANSA in popular.One thing the most popular of SMANSA is its Adiwiyata Shcool. There are many facility in SMANSA . It has five laboratories example ; language laboratory , chemist laboratory , physic laboratory , biology laboratory , and computer laboratory . In the computer library it  the students usually teach by sir Nur Kahar ,the best tecnology teacher in SMANSA expecially for the 2gd senior high school. SMANSA has 35 classes from the 1gd until the 3gd. Beside that,there are eleven toilets . So all ofstudents can be comfortable with them. In front of language class 3gd there is a green house. It’s one program of Adiwiyata school. And we can pray in “Nurul Ilmy mosque” . If we’re hungry ,we don’t worry because SMANSA has five canteens. So,many facility in SMANSA . That is very good for develop school expecially in Pangkajene regency.

Rabu, 04 Desember 2013

Nilai Budi Pekerti Pendidikan







Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era global saat ini patut dicermati. Sebab kemajuan tersebut tidak hanya mendatangkan kemanfaatan bagi kehidupan manusia, tetapi juga membawa dampak negatif bagi manusia itu sendiri. Seperti misalnya kemajuan teknologi informasi, disamping bermanfaat mengakses informasi dengan cepat dalam waktu singkat, juga dapat memberi peluang dan mendorong seseorang untuk melakukan tindakan – tindakan kejahatan. Seseorang dengan mudah membuat janji atau merencanakan sesuatu melalui percakapan HP atau melalui SMS. Begitu pula halnya anak – anak dan remaja, melalui berbagai media dengan mudahnya terangsang pola hidup konsumerisme yang berlebihan hingga terjerumus ke pola hidup hedonisme, yakni hidup dengan memikirkan kepuasan dan kenikmatan semata – mata tanpa memikirkan kepuasan dan kenikmatan semata – mata tanpa memikirkan akibat selanjutnya. Dan pola hidup remaja seperti itu tentunya akan menimbulkan masalah–masalah sosial di masyarakat.
Masalah sosial anak–anak dan remaja, atau lebih menukik lagi prilaku yang menyimpang dari sebagaian kecil remaja dapat berupa: (1) kebiasaan merokok; (2) minum – minuman keras/mabuk–mabukan; (3) menggunakan narkotika atau zat Aditif lainnya; (4) melakukan sex bebas atau sex pranikah; dan (5) melakukan tindak kekerasan, solidaritas geng. Semua tindakan itu mereka lakukan tentu karena ada latar belakangnya. Tindakan yang dilakukan para remaja tersebut bukanlah berdiri g dari remaja. Faktor penyebab tersebut antara lain; 1) kurangnya perhatian dari sendiri.Sesungguhnya ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya prilaku menyimpanorang tua, karena kesibukan, keluarga kurang harmonis; 2) pengaruh lingkingan, lingkungan pergaulan/pengaruh teman; 3) tayangan televisi (iklan, sinetron, adegan kekerasan, kemewahan, prilaku prematur misalnya: Siswa SD /SMP diceritakan sudah pacaran); 4) akses internet (adegan/gambar forno); 5) akses media yang lain, majalah, koran, CD Porno; 6). belum mantapnya pendidikan budi pekerti.
Dalam mengatasi permasalahan remaja maka peran keluarga tidak dapat dinisbikan. Keluarga memiliki peran yang sangat strategis dalam membentengi serta mendidik anak – anak dan remaja. Mendidik anak dengan baik sesungguhnya sama pahalanya dengan menghormati orang tua dan leluhur, yakni seseorang akan memperoleh ; 1) Kirti atau mendapat pujian tentang kebaikan 2); Ayusa yaitu kehidupan dengan usia panjang dan sehat; 3) Bala memiliki kekuatan dan kemampuan; 4) Yasa yakni pengabdian yabg tidak tercela (sarassamuccaya 250).Orang tua atau keluarga memiliki tiga kewajiban pokok terhadap anak agar nantinya bisa menjadi Suputra. Tiga kewajiban yang disebut Tri Kang Sinanggeh Dharmaning Wwang Tuha sedapat mungkin dilaksanakan dengan baik, meliputi; 1) Wineh Bhoga paribhoga yakni kewajiban orang tua untuk memberikan sandang, pangan, papan yang layak untuk anak – anaknya; 2) Wineh Upapira yaitu kewajiban orang tua untuk melakukan upacara Yadnya (Samskara) untuk anak–anaknya; 3) Wineh Kawerahan yakni orang tua wajib mengusahakan pendidikan dan pengetahuan yang layak untuk anak – anaknya. 

Nilai – nilai Budi Pekerti sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan Pendidikan Nilai – nilai Kemanusiaan. Nilai–nilai Budi Pekerti atau umum disebut Pendidikan Budi Pekerti juga erat kaitannya dengan pendidikan moral, Etika, Tata Krama, dan didalam ajaran agama Hindu disebut Tata Susila Hindu Dharma. Semuanya itu mengacu pada pembentukan karakter atau watak manusia ke arah yang lebih mulia. Pendidikan tanpa mengupayakan pembentukan karakter tidak ada gunanya. Pendidikan yang baik atau pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang berkeseimbangan antara pendidikan berpikir (pendidikan sains) dan pendidikan kemanusiaan (pendidikan humaniora). Keseimbangan ini akan diperoleh melalui proses pembelajaran yang menekankan pada: 1) Olah batin, melalui pembelanjaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; 2) Olah hati, melalui pembelanjaran kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3) Olah rasa melalui pembelajaran kelompok mata pelajar estetika; 4) Olah pikir, melalui pembelajaran kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; 5) Olah raga, melalui pembelajaran kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan.
Pendidikan yang berkeseimbangan tersebut memungkinkan pengembangan fungsi otak kiri dan otak kanan yang seimbang. Pengembangan fungsi otak kiri yang berkecendrungan pada pola berpikir rasional, logis, linier, dan skuensial. Sedangkan pengembangan fungsi otak kanan berkecendrungan pada pola pikir acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Kedua hal ini harus dikembangkan secara simultan dan seimbang.Sesungguhnya begitu banyak nilai–nilai budi pekerti yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah. Sekarang tergantung pihak sekolah dan guru. Mau dan mampukah mempasilitasi serta mengimplementasikan hal itu. Jawabnya sangat relatif, karena untuk semua itu diperlukan dukungan dari semua komponen terkait. Betapapun baiknya pendidikan budi pekerti di sekolah bila tanpa dukungan berupa keteladanan dari orang – orang dewasa disekitar siswa, maka semua itu tidak akan ada artinya. Untuk itu perlu ada sinergi dan komitmen untuk merevitalisasi dan ,ereaktualisasikan kembali Pendidikan Budi Pekerti itu sendiri.




Orientasi Baru dalam Dunia Pendidikan


http://www.iluvislam.com/wp-content/uploads/2013/02/sekolah.jpg
Pembelajaran adalah suatu perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalamaman (Driscoll, dalam Slavin: 2008).  Penyediaan lingkungan pembelajaran yang efektif meliputi strategi yang digunakan guru untuk menciptakan pengalaman ruang kelas yang positif dan produktif. Lingkungan pembelajaran tersebut sering disebut manajemen kelas (classroom management), dimana stretegi untuk menyediakan lingkungan pembelajaran yang efektif tidak hanya meliputi mencegah dan menanggapi perilaku yang buruk tetapi juga yang lebih penting menggunakan waktu kelas dengan baik, menciptakan atmosfer yang kondusif bagi minat dan penelitian, dan membolehkan kegiatan yang melibatkan pikiran dan imajinasi siswa. Kelas yang tidak mempunyai masalah perilaku sama sekali tidak dapat dianggap sebagai kelas yang dikelola dengan baik.Siswa yang berpartisipasi  dalam kegiatan yang ditata dengan baik yang melibatkan minat mereka, yang sangat termotivasi untuk belajar, dan yang mengerjakan tugas-tugas yang menantang namun dalam batas kemampuan mereka jarang membawa satupun masalah manajemen yang serius.
 Penciptaan lingkungan pembelajaran yang efektif melibatkan pengorganisasian kegiatan di ruang kelas, pengajaran, dan ruang kelas fisik untuk memungkinkan penggunaan waktu yang efektif, menciptakan lingkungan pembelajaran yang bahagia dan produktif, dan meminimalkan gangguan. Disiplin merujuk pada metode yang digunakan untuk mencegah masalah perilaku atau menanggapi masalah perilaku yang ada dengan maksud untuk mengurangi kejadiannya pada masa mendatang.Penciptaan lingkungan pembelajaran yang efektif adalah soal mengetahui beberapa teknik yang dapat dipelajari dan diterapkan setiap guru. Pendekatan terhadap manajemen ruang kelas dan disiplin yang menekankan pada pencegahan perilaku yang buruk, berdasarkan teori bahwa pengajaran yang efektif itu sendiri adalah sarana terbaik untuk menghindari persoalan disiplin. Pada masa lalu, penciptaan lingkungan pembelajaran yang efektif sering dipandang sebagai soal mengatasi perilaku buruk masing-masing siswa.
Pemikiran saat ini menekankan manajemen kelas sebagai keseluruhan dengan cara membuat masing-masing orang yang berperilaku buruk menjadi semakin jarang (Evertson & Harris, 1993). Guru yang menyajikan pelajran yang menarik dan tertata dengan baik, yang mengunakan insentif untuk belajar efektif, yang menyesuaikan pengajaran mereka terhadap tingkat persiapan siswa, dan yang merencakan dan mengelola waktu mereka sendiri dengan efektif akan mempunyai sedikit masalah untuk diatasi.Waktu adalah sumber daya terbatas di sekaloah. Sekaloah biasanya melakukan pertemuan sekitar 6 jam per hari selama 180 hari setiap tahun. Waktu untuk kegiatan pendidikan dapat diperpanjang melalui penugasan pekerjaan rumah, tetapi waktu total yang tersedia untuk pengajaran pada dasarnya ditentukan. Dari 6 jam ini harus terdapat waktu untuk mengajarkan berbagai mata pelajaran ditambah dengan waktu untuk istirahat, olahraraga (pendidikan jasmani), peralihan di antara jam pelajaram, pengumuman dan sebagainya. Oleh karena itu banyak alokasi waktu yang hilang. Alokasi waktu adalah waktu yang tersedia bagi siswa untuk mempunyai kesempatan belajar.
Salah satu faktor penting yang dapat memaksimalkan kesempatan pembelajaran bagi anak adalah penciptaan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Lingkungan pembelajaran dalam hal ini, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan kondusif berarti kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, sehingga pada diri anak terjadi proses pengolahan informasi menjadi pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil dari proses belajar. Selain komunikasi verbal, interaksi di dalam kelas juga dapat terjadi komunikasi nonverbal. Dengan demikian, komunikasi nonverbal penting diperhatikan untuk mencapai komunikasi efektif dalam pembelajaran. Komunikasi nonverbal biasanya dilakukan untuk memback up atau menegaskan pesan verbal, namun seringkali pesan nonverbal lebih efektif dalam mencapai sasaran pesan.
Beberapa contoh komunikasi nonverbal dapat dilakukan dengan mengangkat alis, bersedekap untuk melinndungi diri, mengangkat bahu sebagai tanda tak peduli, menepuk dahi sebagai tanda lupa sesuatu, dan lain sebagainya. Banyak pakar komunikasi percaya bahwa sebagian besar komunikasi interpersonal dilakukan secara nonverbal. Bahkan siswa yang duduk di sudut ruangan sambil membaca buku sebenarnya mungkin sedang mengkomunikasikan keinginannya menyendiri secara nonverbal (Santrock, 2008). Ekspresi wajah, komunikasi mata, sentuhan, menghormati ruang pribadi dan melakukan diam merupakan teknik komunikasi nonverbal yang efektif dalam membangun interaksi positif antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar. Oleh karena itu, peran guru selayaknya membiasakan pengaturan peran dan tanggung jawab bagi setiap anak terhadap terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas.





Anggaran Untuk Perpustakaan Sekolah





          Hampir semua pihak menyetujui mengenai pentingnya keberadaan Perpustakaan Sekolah dalam menunjang mutu pendidikan di suatu sekolah. Keberadaannya dianggap akan sangat membantu siswa, sekurangnya dalam hal meningkatkan minat baca dan menyediakan koleksi bahan bacaan bagi keperluan tugas belajar. Bagi guru, keberadaan Perpustakaan Sekolah akan sangat membantu tugasnya dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) sebagai bagian dari sarana belajar di sekolah.Begitu sangat pentingnya keberadaan Perpustakaan Sekolah, sehingga keberadaannya sebagai bagian dari sistem nasional perpustakaan harus diatur secara khusus melalui Undang-Undang (UU) No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Dalam UU ini, secara jelas disebutkan bahwa tugas dan kewajiban Perpustakaan Sekolah adalah ikut bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya bagi siswa di lingkungan sekolah dimana perpustakaan tersebut berada. Adapun, tugas khusus dari Perpustakaan Sekolah adalah mendukung upaya peningkatan minat baca di kalangan pelajar dalam rangka mewujudkan budaya gemar membaca masyarakat Indonesia.
Pertanyaannya adalah sejauhmanakah keberadaan Perpustakaan Sekolah saat ini ? Secara riil di lapangan, sudahkah Perpustakaan Sekolah mendekati kondisi ideal sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 43/2007 tentang Perpustakaan dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ? Barangkali, penelitian secara khusus mengenai kondisi riil Perpustakaan Sekolah, mungkin belum pernah dilakukan. Namun, kalau boleh memperkirakan berdasarkan pengamatan yang sepintas saja, secara umum jawabannya adalah belum ideal, bahkan sangat jauh untuk dapat dikatakan sebagai Perpustakaan Sekolah yang ideal, terutama yang terjadi di sekolah-sekolah di luar daerah perkotaan. Hal ini, sekurang-kurangya bila dikaitkan dengan fungsi minimal Perpustakaan Sekolah, yakni sebagai wahana informasi, wahana edukasi dan wahana rekreasi bagi siswa selama belajar di sekolah.
Secara nasional, keberadaan Perpustakaan Sekolah merupakan bagian dari dua sistem kelembagaan yang berbeda, yakni Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sebagai bagian dari sistem kelembagaan Kemendiknas, melalui Dinas Pendidikan di setiap daerah berdasarkan UU Otonomi Daerah, Perpustakaan Sekolah merupakan bagian dari instalasi sistem sarana belajar mengajar di sekolah. Kedudukannya sama, seperti halnya dengan Laboratorium Sekolah, antara lain Laboratorium Bahasa, Laboratorium IPA, dan Laboratorium Komputer, Sementara itu, di sisi lain, Perpustakaan Sekolah pun merupakan bagian dari mata rantai sistem nasional perpustakaan, yang antara lain meliputi Perpusnas RI, Perpustakaan Daerah (Perpusda), Perpustakaan Masyarakat, Perpustakaan Khusus dan Perpustakaan Perguruan Tinggi.
Namun demikian, sesuai dengan kenyataan di lapangan, keberadaan Perpustakaan Sekolah pada umumnya justru masih sangat memprihatinkan. Tampaknya, keberadaannya belum dijadikan sebagai prioritas utama untuk dikembangkan oleh sekolah. Kalaupun Perpustakaan Sekolah itu ada, mungkin baru pada tahap awal perkembangan sebuah perpustakaan. Perpustakaan Sekolah biasanya menempati sisa ruangan yang ada di sekolah, bukan dirancang khusus sebagai sebuah ruangan atau bangunan yang memang diperuntukkan untuk perpustakaan sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Koleksi bacaannya pun masih sangat terbatas, sarana atau fasilitas perpustakaan masih seadanya, hingga tenaga pustakawan yang mengurusnya masih bersifat darurat, yang biasanya dirangkap oleh beberapa orang guru pengajar yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah yang bersangkutan. Jangan tanya soal anggaran dana, secara umum amat mungkin hampir tidak ada sama sekali.
Sudah saatnya, pengembangan Perpustakaan Sekolah yang memadai perlu dijadikan sebagai program prioritas utama bagi sekolah-sekolah secara nasional. Sudah saatnya, keberadaan Perpustakaan Sekolah tidak lagi dijadikan sebagai program yang terkesan diabaikan, yang hanya berdasarkan prinsip “yang penting asal ada”. Diperlukan adanya komitmen dan kesungguhan dari berbagai pihak untuk mewujudkan hal tersebut, antara lain melibatkan pihak sekolah, Dinas Pendidikan setempat, Kementerian Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional RI.Untuk mendukung gagasan tersebut, setidak-tidaknya perlu didukung oleh dua hal penting yang saling berkaitan. Yakni, pertama, adanya kebijakan secara nasional, yang kemudian didukung pula oleh kebijakan di tingkat daerah, mengenai program pengembangan Perpustakaan Sekolah, khususnya terkait dalam hal pengadaan sarana dan prasarana perpustakaan yang memadai, tenaga pustakawan yang profesional dan koleksi bacaan yang bermutu dan beragam dalam jumlah yang memadai bagi kepentingan minat baca siswa.

Seputar Pelajaran Biologi



Istilah biologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani βίος, bios, yang berarti "kehidupan", dan akhiran -λογία, -logia, yang artinya "ilmu."[3][4] Bentuk Latin dari kata tersebut (biologi) pertama kali digunakan oleh Linnaeus (Carl von Linné) dalam karyanya yang berjudul Bibliotheca botanica pada tahun 1736. Kata tersebut dipakai lagi pada tahun 1766 oleh Michael Christoph Hanov dalam tulisannya yang berjudul Philosophiae naturalis sive physicae: tomus III, continens geologian, biologian, phytologian generalis. Terjemahan bahasa Jermannya, yaitu Biologie, pertama kali muncul dalam terjemahan karya Linnaeus pada tahun 1771. Pada tahun 1797, Theodor Georg August Roose menggunakan istilah tersebut dalam pendahulu bukunya yang bertajuk Grundzüge der Lehre van der Lebenskraft. Karl Friedrich Burdach pada tahun 1800 memakai istilah ini dalam arti yang lebih sempit, yaitu penelitian manusia dari sudut pandang morfologis, fisiologis, dan psikologis (Propädeutik zum Studien der gesammten Heilkunst). 

Istilah biologi dalam pengertian modern baru muncul dalam buku Biologie, oder Philosophie der lebenden Natur (1802–22) yang ditulis oleh Gottfried Reinhold Treviranus. Di dalam buku tersebut tertulis.Aristoteles, salah satu tokoh yang paling berjasa dalam mengembangkan ilmu biologi.Walaupun biologi modern merupakan perkembangan yang relatif baru, ilmu yang terkait sudah dipelajari dari masa lampau. Filsafat alam dapat ditemui di peradaban Mesopotamia, Mesir, India, dan Cina. Namun, asal usul dan pendekatan biologi modern berasal dari masa Yunani Kuno.[6] Walaupun penelitian kedokteran dapat ditilik ke masa Hippocrates (ca. 460 SM – ca. 370 SM), Aristoteles (384 SM – 322 SM) adalah tokoh yang paling berjasa dalam mengembangkan biologi. Salah satu karya terpentingnya adalah Historia Animalium dan beberapa karya lain yang menunjukkan cara pandang seorang peneliti alam, serta karya-karya empirisnya yang mencoba mempelajari sebab-akibat biologis dan keanekaragaman hayati. Penerus Aristoteles di Lyceum, yaitu Theophrastus, menulis buku-buku tentang botani yang berpengaruh hingga ke Abad Pertengahan.

Ilmuwan Islam abad pertengahan yang mempelajari biologi meliputi al-Jahiz (781–869), Ad-Dinawari (828–896), yang menulis tentang botani,[7] dan ar-Razi (865–925), yang menulis tentang anatomi dan fisiologi. Kedokteran dipelajari berdasarkan tradisi filsuf Yunani, sementara ilmu alam sangat dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles, terutama perihal hierarki kehidupan.Biologi mulai berkembang pesat setelah Antony van Leeuwenhoek memperbaiki mikroskopnya. Berkatnya, spermatozoa, bakteri, infusoria, dan berbagai macam kehidupan mikroskopik lain berhasil ditemukan. Penyelidikan yang dilakukan oleh Jan Swammerdam membangkitkan ketertarikan terhadap bidang entomologi dan membantu mengembangkan teknik pembedahan dan pewarnaan (staining) mikroskopik.[8]Kemajuan mikroskop juga sangat memengaruhi pemikiran tentang biologi. Pada awal abad ke-19. 
Sejumlah ahli biologi mulai menyadari pentingnya konsep sel. Kemudian, pada tahun 1838, Schleiden dan Schwann mulai menganjurkan gagasan (yang kini diterima secara luas) bahwa (1) satuan dasar organisme adalah sel dan (2) masing-masing sel memiliki karakteristik kehidupan, walaupun mereka menentang gagasan bahwa (3) semua sel berasal dari pembagian sel lain. Akan tetapi, berkat karya Robert Remak dan Rudolf Virchow, pada tahun 1860-an sebagian besar ahli biologi menerima ketiga hal tersebut yang kini disebut teori sel.[9]Sementara itu, taksonomi dan klasifikasi menjadi pusat perhatian sejarawan alam. Carl Linnaeus menerbitkan taksonomi dasar pada tahun 1735 (berbagai macam variasi telah digunakan semenjak itu), dan pada tahun 1750-an memperkenalkan nama ilmiah untuk spesies.[10] Georges-Louis Leclerc, Comte de Buffon, menganggap spesies sebagai kategori buatan dan menyatakan bahwa kehidupan dapat berubah—bahkan mengusulkan kemungkinan adanya nenek moyang bersama.
Pemikiran evolusioner dapat ditilik kembali ke karya Jean-Baptiste Lamarck.[12] Ia menyatakan bahwa evolusi merupakan hasil dari tekanan lingkungan terhadap properti suatu hewan, yang berarti semakin sering suatu organ digunakan, semakin kompleks dan efisien organ itu, sehingga membuat hewan teradaptasi dengan lingkungan. Lamarck juga meyakini bahwa sifat yang didapat ini dapat diturunkan ke generasi berikutnya, yang akan terus mengembangkan dan menyempurnakannya.[13] Namun, hipotesis ini kini ditolak, dan baru pada akhir abad ke-19 Charles Darwin berhasil merumuskan teori evolusi berdasarkan seleksi alam dengan menggabungkan pendekatan biogeografis Humboldt, geologi Lyell, tulisan Malthus tentang pertumbuhan populasi, dan keahlian morfologis serta pengamatannya sendiri di alam; penalaran dan bukti yang mirip juga membuat Alfred Russel Wallace mencapai kesimpulan yang sama.[14] Meskipun banyak ditentang oleh agamawan, teori Darwin diterima oleh komunitas ilmiah dan segera menjadi aksioma dasar dalam ilmu biologi.