SMAN 1 Pangkajene is one of the best school of Pangkajene
regency. It is located at Andi Mauraga street. It usually called SMANSA in
popular.One thing the most popular of SMANSA is its Adiwiyata Shcool. There are
many facility in SMANSA . It has five laboratories example ; language
laboratory , chemist laboratory , physic laboratory , biology laboratory , and
computer laboratory . In the computer library it the students usually teach by sir Nur Kahar ,the best tecnology teacher in
SMANSA expecially for the 2gd senior high school. SMANSA has 35
classes from the 1gd until the 3gd. Beside that,there are
eleven toilets . So all ofstudents can be comfortable with them. In front of
language class 3gd there is a green house. It’s one program of
Adiwiyata school. And we can pray in “Nurul Ilmy mosque” . If we’re hungry ,we
don’t worry because SMANSA has five canteens. So,many facility in SMANSA . That
is very good for develop school expecially in Pangkajene regency.
Education
Kamis, 05 Desember 2013
Rabu, 04 Desember 2013
Nilai Budi Pekerti Pendidikan
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi di era global saat ini patut dicermati. Sebab
kemajuan tersebut tidak hanya mendatangkan kemanfaatan bagi kehidupan manusia,
tetapi juga membawa dampak negatif bagi manusia itu sendiri. Seperti misalnya
kemajuan teknologi informasi, disamping bermanfaat mengakses informasi dengan
cepat dalam waktu singkat, juga dapat memberi peluang dan mendorong seseorang
untuk melakukan tindakan – tindakan kejahatan. Seseorang dengan mudah membuat
janji atau merencanakan sesuatu melalui percakapan HP atau melalui SMS. Begitu
pula halnya anak – anak dan remaja, melalui berbagai media dengan mudahnya
terangsang pola hidup konsumerisme yang
berlebihan hingga terjerumus ke pola hidup hedonisme, yakni hidup dengan memikirkan kepuasan dan kenikmatan semata – mata
tanpa memikirkan kepuasan dan kenikmatan semata – mata tanpa memikirkan akibat
selanjutnya. Dan pola hidup remaja seperti itu tentunya akan menimbulkan
masalah–masalah sosial di masyarakat.
Masalah sosial
anak–anak dan remaja, atau lebih menukik lagi prilaku yang menyimpang dari
sebagaian kecil remaja dapat berupa: (1) kebiasaan merokok; (2) minum – minuman
keras/mabuk–mabukan; (3) menggunakan narkotika atau zat Aditif lainnya; (4)
melakukan sex bebas atau sex pranikah; dan (5) melakukan tindak kekerasan,
solidaritas geng. Semua tindakan itu mereka lakukan tentu karena ada latar
belakangnya. Tindakan yang dilakukan para remaja tersebut bukanlah berdiri g
dari remaja. Faktor penyebab tersebut antara lain; 1) kurangnya perhatian dari sendiri.Sesungguhnya
ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya prilaku menyimpanorang tua,
karena kesibukan, keluarga kurang harmonis; 2) pengaruh lingkingan, lingkungan
pergaulan/pengaruh teman; 3) tayangan televisi (iklan,
sinetron, adegan kekerasan, kemewahan, prilaku prematur misalnya: Siswa SD /SMP
diceritakan sudah pacaran); 4) akses internet (adegan/gambar forno); 5) akses
media yang lain, majalah, koran, CD Porno; 6). belum mantapnya pendidikan budi
pekerti.
Dalam mengatasi
permasalahan remaja maka peran keluarga tidak dapat dinisbikan. Keluarga
memiliki peran yang sangat strategis dalam membentengi serta mendidik anak –
anak dan remaja. Mendidik anak dengan baik sesungguhnya sama pahalanya dengan
menghormati orang tua dan leluhur, yakni seseorang akan memperoleh ; 1) Kirti atau mendapat pujian tentang
kebaikan 2); Ayusa yaitu kehidupan
dengan usia panjang dan sehat; 3) Bala
memiliki kekuatan dan kemampuan; 4) Yasa
yakni pengabdian yabg tidak tercela (sarassamuccaya 250).Orang tua atau
keluarga memiliki tiga kewajiban pokok terhadap anak agar nantinya bisa menjadi
Suputra. Tiga kewajiban yang disebut Tri
Kang Sinanggeh Dharmaning Wwang Tuha sedapat mungkin dilaksanakan
dengan baik, meliputi; 1) Wineh Bhoga
paribhoga yakni kewajiban orang tua untuk memberikan sandang, pangan, papan
yang layak untuk anak – anaknya; 2) Wineh
Upapira yaitu kewajiban orang tua untuk melakukan upacara Yadnya (Samskara)
untuk anak–anaknya; 3) Wineh Kawerahan yakni orang tua wajib mengusahakan
pendidikan dan pengetahuan yang layak untuk anak – anaknya.
Nilai – nilai
Budi Pekerti sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan Pendidikan Nilai – nilai
Kemanusiaan. Nilai–nilai Budi Pekerti atau umum disebut Pendidikan Budi Pekerti
juga erat kaitannya dengan pendidikan
moral, Etika, Tata Krama, dan didalam ajaran agama Hindu disebut Tata Susila Hindu Dharma. Semuanya itu
mengacu pada pembentukan karakter atau watak manusia ke arah yang lebih mulia.
Pendidikan tanpa mengupayakan pembentukan karakter tidak ada gunanya.
Pendidikan yang baik atau pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang
berkeseimbangan antara pendidikan berpikir (pendidikan sains) dan pendidikan
kemanusiaan (pendidikan humaniora). Keseimbangan ini akan diperoleh melalui
proses pembelajaran yang menekankan pada: 1) Olah batin, melalui pembelanjaran kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia; 2) Olah hati, melalui
pembelanjaran kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; 3) Olah rasa melalui pembelajaran kelompok
mata pelajar estetika; 4) Olah pikir,
melalui pembelajaran kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; 5)
Olah raga, melalui pembelajaran
kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan.
Pendidikan yang
berkeseimbangan tersebut memungkinkan pengembangan fungsi otak kiri dan otak
kanan yang seimbang. Pengembangan fungsi otak kiri yang berkecendrungan pada
pola berpikir rasional, logis, linier, dan skuensial.
Sedangkan pengembangan fungsi otak kanan berkecendrungan pada pola pikir acak,
tidak teratur, intuitif, dan holistik. Kedua hal ini harus dikembangkan secara
simultan dan seimbang.Sesungguhnya begitu banyak nilai–nilai budi pekerti
yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah. Sekarang tergantung
pihak sekolah dan guru. Mau dan mampukah mempasilitasi serta mengimplementasikan
hal itu. Jawabnya sangat relatif, karena untuk semua itu diperlukan dukungan
dari semua komponen terkait. Betapapun baiknya pendidikan budi pekerti di
sekolah bila tanpa dukungan berupa keteladanan dari orang – orang dewasa
disekitar siswa, maka semua itu tidak akan ada artinya. Untuk itu perlu ada
sinergi dan komitmen untuk merevitalisasi dan ,ereaktualisasikan kembali
Pendidikan Budi Pekerti itu sendiri.
Orientasi Baru dalam Dunia Pendidikan
Pembelajaran adalah suatu perubahan dalam diri
seseorang yang disebabkan oleh pengalamaman (Driscoll, dalam Slavin:
2008). Penyediaan lingkungan pembelajaran yang efektif meliputi strategi
yang digunakan guru untuk menciptakan pengalaman ruang kelas yang positif dan
produktif. Lingkungan pembelajaran tersebut sering disebut manajemen kelas (classroom
management), dimana stretegi untuk menyediakan lingkungan
pembelajaran yang efektif tidak hanya meliputi mencegah dan menanggapi perilaku
yang buruk tetapi juga yang lebih penting menggunakan waktu kelas dengan baik,
menciptakan atmosfer yang kondusif bagi minat dan penelitian, dan membolehkan
kegiatan yang melibatkan pikiran dan imajinasi siswa. Kelas yang tidak
mempunyai masalah perilaku sama sekali tidak dapat dianggap sebagai kelas yang
dikelola dengan baik.Siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan yang ditata
dengan baik yang melibatkan minat mereka, yang sangat termotivasi untuk
belajar, dan yang mengerjakan tugas-tugas yang menantang namun dalam batas kemampuan
mereka jarang membawa satupun masalah manajemen yang serius.
Penciptaan
lingkungan pembelajaran yang efektif melibatkan pengorganisasian kegiatan di
ruang kelas, pengajaran, dan ruang kelas fisik untuk memungkinkan penggunaan
waktu yang efektif, menciptakan lingkungan pembelajaran yang bahagia dan
produktif, dan meminimalkan gangguan. Disiplin merujuk pada metode yang
digunakan untuk mencegah masalah perilaku atau menanggapi masalah perilaku yang
ada dengan maksud untuk mengurangi kejadiannya pada masa mendatang.Penciptaan
lingkungan pembelajaran yang efektif adalah soal mengetahui beberapa teknik
yang dapat dipelajari dan diterapkan setiap guru. Pendekatan terhadap manajemen
ruang kelas dan disiplin yang menekankan pada pencegahan perilaku yang buruk,
berdasarkan teori bahwa pengajaran yang efektif itu sendiri adalah sarana
terbaik untuk menghindari persoalan disiplin. Pada masa lalu, penciptaan
lingkungan pembelajaran yang efektif sering dipandang sebagai soal mengatasi
perilaku buruk masing-masing siswa.
Pemikiran saat ini menekankan manajemen kelas sebagai
keseluruhan dengan cara membuat masing-masing orang yang berperilaku buruk
menjadi semakin jarang (Evertson & Harris, 1993). Guru yang menyajikan
pelajran yang menarik dan tertata dengan baik, yang mengunakan insentif untuk
belajar efektif, yang menyesuaikan pengajaran mereka terhadap tingkat persiapan
siswa, dan yang merencakan dan mengelola waktu mereka sendiri dengan efektif
akan mempunyai sedikit masalah untuk diatasi.Waktu adalah sumber daya terbatas
di sekaloah. Sekaloah biasanya melakukan pertemuan sekitar 6 jam per hari
selama 180 hari setiap tahun. Waktu untuk kegiatan pendidikan dapat
diperpanjang melalui penugasan pekerjaan rumah, tetapi waktu total yang
tersedia untuk pengajaran pada dasarnya ditentukan. Dari 6 jam ini harus
terdapat waktu untuk mengajarkan berbagai mata pelajaran ditambah dengan waktu
untuk istirahat, olahraraga (pendidikan jasmani), peralihan di antara jam
pelajaram, pengumuman dan sebagainya. Oleh karena itu banyak alokasi waktu yang
hilang. Alokasi waktu adalah waktu yang tersedia bagi siswa untuk mempunyai
kesempatan belajar.
Salah satu faktor penting yang dapat memaksimalkan
kesempatan pembelajaran bagi anak adalah penciptaan lingkungan pembelajaran
yang kondusif. Lingkungan pembelajaran dalam hal ini, adalah segala sesuatu
yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan
kondusif berarti kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan
proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara anak dengan
lingkungannya, sehingga pada diri anak terjadi proses pengolahan informasi
menjadi pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil dari proses belajar.
Selain komunikasi verbal, interaksi di dalam
kelas juga dapat terjadi komunikasi nonverbal. Dengan demikian, komunikasi
nonverbal penting diperhatikan untuk mencapai komunikasi efektif dalam
pembelajaran. Komunikasi nonverbal biasanya dilakukan untuk memback up atau
menegaskan pesan verbal, namun seringkali pesan nonverbal lebih efektif dalam
mencapai sasaran pesan.
Beberapa contoh komunikasi nonverbal dapat dilakukan
dengan mengangkat alis, bersedekap untuk melinndungi diri, mengangkat bahu
sebagai tanda tak peduli, menepuk dahi sebagai tanda lupa sesuatu, dan lain
sebagainya. Banyak pakar komunikasi percaya bahwa sebagian besar komunikasi
interpersonal dilakukan secara nonverbal. Bahkan siswa yang duduk di sudut
ruangan sambil membaca buku sebenarnya mungkin sedang mengkomunikasikan
keinginannya menyendiri secara nonverbal (Santrock, 2008). Ekspresi wajah,
komunikasi mata, sentuhan, menghormati ruang pribadi dan melakukan diam
merupakan teknik komunikasi nonverbal yang efektif dalam membangun interaksi
positif antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. strategi
pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar. Oleh karena itu, peran guru
selayaknya membiasakan pengaturan peran dan tanggung jawab bagi setiap anak
terhadap terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana
lingkungan sosial kelas.
Anggaran Untuk Perpustakaan Sekolah
Hampir semua pihak menyetujui mengenai pentingnya keberadaan Perpustakaan Sekolah dalam menunjang mutu pendidikan di suatu sekolah. Keberadaannya dianggap akan sangat membantu siswa, sekurangnya dalam hal meningkatkan minat baca dan menyediakan koleksi bahan bacaan bagi keperluan tugas belajar. Bagi guru, keberadaan Perpustakaan Sekolah akan sangat membantu tugasnya dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) sebagai bagian dari sarana belajar di sekolah.Begitu sangat pentingnya keberadaan Perpustakaan Sekolah, sehingga keberadaannya sebagai bagian dari sistem nasional perpustakaan harus diatur secara khusus melalui Undang-Undang (UU) No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Dalam UU ini, secara jelas disebutkan bahwa tugas dan kewajiban Perpustakaan Sekolah adalah ikut bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya bagi siswa di lingkungan sekolah dimana perpustakaan tersebut berada. Adapun, tugas khusus dari Perpustakaan Sekolah adalah mendukung upaya peningkatan minat baca di kalangan pelajar dalam rangka mewujudkan budaya gemar membaca masyarakat Indonesia.
Pertanyaannya adalah sejauhmanakah keberadaan
Perpustakaan Sekolah saat ini ? Secara riil di lapangan, sudahkah Perpustakaan
Sekolah mendekati kondisi ideal sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 43/2007
tentang Perpustakaan dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
? Barangkali, penelitian secara khusus mengenai kondisi riil Perpustakaan
Sekolah, mungkin belum pernah dilakukan. Namun, kalau boleh memperkirakan
berdasarkan pengamatan yang sepintas saja, secara umum jawabannya adalah belum
ideal, bahkan sangat jauh untuk dapat dikatakan sebagai Perpustakaan Sekolah
yang ideal, terutama yang terjadi di sekolah-sekolah di luar daerah perkotaan.
Hal ini, sekurang-kurangya bila dikaitkan dengan fungsi minimal Perpustakaan
Sekolah, yakni sebagai wahana informasi, wahana edukasi dan wahana rekreasi
bagi siswa selama belajar di sekolah.
Secara nasional, keberadaan Perpustakaan Sekolah
merupakan bagian dari dua sistem kelembagaan yang berbeda, yakni Kementerian
Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Sebagai bagian dari sistem kelembagaan Kemendiknas, melalui Dinas Pendidikan di
setiap daerah berdasarkan UU Otonomi Daerah, Perpustakaan Sekolah merupakan
bagian dari instalasi sistem sarana belajar mengajar di sekolah. Kedudukannya
sama, seperti halnya dengan Laboratorium Sekolah, antara lain Laboratorium
Bahasa, Laboratorium IPA, dan Laboratorium Komputer, Sementara itu, di sisi
lain, Perpustakaan Sekolah pun merupakan bagian dari mata rantai sistem
nasional perpustakaan, yang antara lain meliputi Perpusnas RI, Perpustakaan
Daerah (Perpusda), Perpustakaan Masyarakat, Perpustakaan Khusus dan
Perpustakaan Perguruan Tinggi.
Namun demikian, sesuai dengan kenyataan di
lapangan, keberadaan Perpustakaan Sekolah pada umumnya justru masih sangat
memprihatinkan. Tampaknya, keberadaannya belum dijadikan sebagai prioritas
utama untuk dikembangkan oleh sekolah. Kalaupun Perpustakaan Sekolah itu ada,
mungkin baru pada tahap awal perkembangan sebuah perpustakaan. Perpustakaan
Sekolah biasanya menempati sisa ruangan yang ada di sekolah, bukan dirancang
khusus sebagai sebuah ruangan atau bangunan yang memang diperuntukkan untuk
perpustakaan sesuai dengan standar nasional perpustakaan. Koleksi bacaannya
pun masih sangat terbatas, sarana atau fasilitas perpustakaan masih seadanya,
hingga tenaga pustakawan yang mengurusnya masih bersifat darurat, yang biasanya
dirangkap oleh beberapa orang guru pengajar yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah
yang bersangkutan. Jangan tanya soal anggaran dana, secara umum amat mungkin
hampir tidak ada sama sekali.
Sudah saatnya, pengembangan Perpustakaan Sekolah
yang memadai perlu dijadikan sebagai program prioritas utama bagi
sekolah-sekolah secara nasional. Sudah saatnya, keberadaan Perpustakaan Sekolah
tidak lagi dijadikan sebagai program yang terkesan diabaikan, yang hanya
berdasarkan prinsip “yang penting asal ada”. Diperlukan adanya
komitmen dan kesungguhan dari berbagai pihak untuk mewujudkan hal tersebut,
antara lain melibatkan pihak sekolah, Dinas Pendidikan setempat, Kementerian
Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional RI.Untuk mendukung gagasan
tersebut, setidak-tidaknya perlu didukung oleh dua hal penting yang saling
berkaitan. Yakni, pertama, adanya kebijakan secara nasional, yang kemudian
didukung pula oleh kebijakan di tingkat daerah, mengenai program pengembangan
Perpustakaan Sekolah, khususnya terkait dalam hal pengadaan sarana dan
prasarana perpustakaan yang memadai, tenaga pustakawan yang profesional dan koleksi
bacaan yang bermutu dan beragam dalam jumlah yang memadai bagi kepentingan
minat baca siswa.
Seputar Pelajaran Biologi
Istilah biologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani βίος, bios, yang berarti "kehidupan", dan akhiran -λογία, -logia, yang artinya
"ilmu."[3][4] Bentuk Latin dari kata tersebut (biologi)
pertama kali digunakan oleh Linnaeus (Carl von Linné) dalam karyanya
yang berjudul Bibliotheca botanica pada tahun 1736. Kata tersebut
dipakai lagi pada tahun 1766 oleh Michael Christoph Hanov dalam tulisannya yang berjudul Philosophiae
naturalis sive physicae: tomus III, continens geologian, biologian, phytologian
generalis. Terjemahan bahasa Jermannya, yaitu Biologie, pertama
kali muncul dalam terjemahan karya Linnaeus pada tahun 1771. Pada tahun 1797,
Theodor Georg August Roose menggunakan istilah tersebut dalam pendahulu bukunya
yang bertajuk Grundzüge der Lehre van der Lebenskraft. Karl Friedrich Burdach pada tahun 1800 memakai istilah ini
dalam arti yang lebih sempit, yaitu penelitian manusia dari sudut pandang
morfologis, fisiologis, dan psikologis (Propädeutik zum Studien der
gesammten Heilkunst).
Istilah biologi dalam pengertian modern baru
muncul dalam buku Biologie, oder Philosophie der lebenden Natur (1802–22)
yang ditulis oleh Gottfried Reinhold
Treviranus. Di dalam
buku tersebut tertulis.Aristoteles,
salah satu tokoh yang paling berjasa dalam mengembangkan ilmu biologi.Walaupun
biologi modern merupakan perkembangan yang relatif baru, ilmu yang terkait
sudah dipelajari dari masa lampau. Filsafat alam dapat ditemui di peradaban Mesopotamia, Mesir, India, dan Cina. Namun, asal usul dan pendekatan
biologi modern berasal dari masa Yunani Kuno.[6] Walaupun penelitian kedokteran dapat ditilik ke masa Hippocrates (ca. 460 SM – ca. 370 SM), Aristoteles (384 SM – 322 SM) adalah tokoh yang
paling berjasa dalam mengembangkan biologi. Salah satu karya terpentingnya
adalah Historia Animalium dan beberapa karya lain yang
menunjukkan cara pandang seorang peneliti alam, serta karya-karya empirisnya
yang mencoba mempelajari sebab-akibat biologis dan keanekaragaman hayati.
Penerus Aristoteles di Lyceum, yaitu Theophrastus, menulis buku-buku tentang botani yang berpengaruh hingga ke Abad Pertengahan.
Ilmuwan Islam abad pertengahan yang mempelajari
biologi meliputi al-Jahiz (781–869), Ad-Dinawari (828–896), yang menulis tentang
botani,[7] dan ar-Razi (865–925), yang menulis tentang anatomi dan fisiologi. Kedokteran dipelajari berdasarkan tradisi
filsuf Yunani, sementara ilmu alam sangat dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles,
terutama perihal hierarki kehidupan.Biologi mulai berkembang pesat setelah Antony
van Leeuwenhoek memperbaiki
mikroskopnya. Berkatnya, spermatozoa, bakteri, infusoria, dan berbagai macam kehidupan
mikroskopik lain berhasil ditemukan. Penyelidikan yang dilakukan oleh Jan Swammerdam membangkitkan ketertarikan terhadap
bidang entomologi dan membantu mengembangkan teknik pembedahan dan pewarnaan (staining) mikroskopik.[8]Kemajuan mikroskop juga sangat memengaruhi pemikiran
tentang biologi. Pada awal abad ke-19.
Sejumlah ahli biologi mulai menyadari pentingnya
konsep sel. Kemudian, pada tahun 1838, Schleiden dan Schwann mulai menganjurkan gagasan (yang
kini diterima secara luas) bahwa (1) satuan dasar organisme adalah sel dan (2)
masing-masing sel memiliki karakteristik kehidupan, walaupun mereka menentang gagasan
bahwa (3) semua sel berasal dari pembagian sel lain. Akan tetapi, berkat karya Robert Remak dan Rudolf Virchow, pada tahun 1860-an sebagian besar
ahli biologi menerima ketiga hal tersebut yang kini disebut teori sel.[9]Sementara
itu, taksonomi dan klasifikasi menjadi pusat perhatian sejarawan alam. Carl Linnaeus menerbitkan taksonomi dasar pada tahun 1735 (berbagai macam variasi telah
digunakan semenjak itu), dan pada tahun 1750-an memperkenalkan nama
ilmiah untuk
spesies.[10] Georges-Louis Leclerc,
Comte de Buffon, menganggap
spesies sebagai kategori buatan dan menyatakan bahwa kehidupan dapat
berubah—bahkan mengusulkan kemungkinan adanya nenek
moyang bersama.
Pemikiran evolusioner dapat ditilik kembali ke karya Jean-Baptiste
Lamarck.[12] Ia menyatakan bahwa evolusi
merupakan hasil dari tekanan lingkungan terhadap properti suatu hewan, yang
berarti semakin sering suatu organ digunakan, semakin kompleks dan efisien
organ itu, sehingga membuat hewan teradaptasi dengan lingkungan. Lamarck juga
meyakini bahwa sifat yang didapat ini dapat diturunkan ke generasi berikutnya,
yang akan terus mengembangkan dan menyempurnakannya.[13] Namun, hipotesis ini kini ditolak,
dan baru pada akhir abad ke-19 Charles Darwin berhasil merumuskan teori evolusi berdasarkan seleksi alam dengan menggabungkan pendekatan
biogeografis Humboldt, geologi Lyell, tulisan Malthus tentang pertumbuhan populasi, dan
keahlian morfologis serta pengamatannya sendiri di alam; penalaran dan bukti
yang mirip juga membuat Alfred
Russel Wallace mencapai
kesimpulan yang sama.[14] Meskipun banyak ditentang oleh
agamawan, teori Darwin diterima oleh komunitas ilmiah dan segera menjadi aksioma dasar dalam ilmu biologi.
Langganan:
Postingan (Atom)